(Sebuah kenangan dari Kontes Kehidupan, 1994/1995)
Kamu ingat saat itu?
Kita sama-sama tegang menanti kontes itu tiba
Saat mementas sisi tamak kehidupan
Betapa langit begitu cerah dengan bintang bertabur
Dan sang bidadari yang cantik dengan senyum miring
Atau celoteh laskar cilik yang mengundang tawa
Lalu satu bintang jatuh meluncur ke timur
Saat kau dengan senyum dan mata berbinar menatapku
“Mulai saat ini aku akan menjadi adik bagimu.”
“Dan aku akan jadi kakak bagimu,” Itu jawabku
Dan senyum yang teriiring seolah melepas ketegangan
Sebelum ketegangan lain menghambur
Dan Sang Bidadari terkulai lemas. Kata tak beraturan meluncur keluar dari bibir merahnya. Dan laskar-laskar cilik mulai menangis sambil berpelukan.
“Apa yang akan terjadi, apa semuanya akan sia-sia?” Kau menatapku dengan matamu yang basah. Aku hanya bisa menenangkan dengan senyum dan tepukan lembut di bahu. Sungguh tak ada yang dapat kukatakan.
Kecemasan baru menyerbu. Sang Matahari menatapku lemah tanpa daya.. dimatanya seolah berkata lirih… habislah sudah!! Disisi kiri dan kananku hanya tangis dan keresahan yang kudapati.
Sedang kepalaku tak punya sandaran, semua seolah sibuk meratapi nasib buruk yang sebentar lagi datang
Adalah Sang Petapa yang menangis dibahuku dengan pertanyaan yang sama. Sosok yang kukira tegar dan dewasa itu ambruk disisiku. Dengan geram kupukul pundaknya… Tidak! “Jangan biarkan dirimu hanyut dan menjadikan bocah-bocah kecil itu patah semangat! Kontes tidak akan berakhir, kita akan memulainya dan kita pula yang mengakhirinya!”
Semua berlangsung seolah begitu lama.
Lalu sang bidadari bangkit, masih dengan senyum aneh namun tenang berjalan pelan.
Ya, kontes akhirnya dimulai walau dengan kecemasan. Mampukah kita…??
Dan semuanya selesai, meski tak sebaik yang kita inginkan tapi semua berjalan lancar. Tak ada kekacauan. Dan Aku menatapmu kagum… Duhai Sang Kehidupan, kau tampil begitu baik malam itru.
Semua berlalu dan hanya menyisakan kenangan. Kenangan tentangmu, janji untuk menjadi kakak dan adik yang baik diantara kita. Kenangan tentang Sang Bidadari, ketika dengan jalan yang agak sempoyongan berjalan ke Sang Pertapa. Kenangan akan kekacauan sebelum Kontes Kehidupan itu… sebuah kenangan yang mengajarkanku untuk menjadi seorang yang lebih tegar dan dewasa.. meski harus kuakui ketakutan di dalam diri begitu besar saat itu.
Untukmu San, dimanapun kau kini. Semoga kau berbahagia dengan hidupmu. Salam kangen kutitip lewat bintang jatuh.. lihatlah ia, dan kau akan teringat janji yang kita ucapkan di sisi panggung teater itu…”
Kamu ingat saat itu?
Kita sama-sama tegang menanti kontes itu tiba
Saat mementas sisi tamak kehidupan
Betapa langit begitu cerah dengan bintang bertabur
Dan sang bidadari yang cantik dengan senyum miring
Atau celoteh laskar cilik yang mengundang tawa
Lalu satu bintang jatuh meluncur ke timur
Saat kau dengan senyum dan mata berbinar menatapku
“Mulai saat ini aku akan menjadi adik bagimu.”
“Dan aku akan jadi kakak bagimu,” Itu jawabku
Dan senyum yang teriiring seolah melepas ketegangan
Sebelum ketegangan lain menghambur
Dan Sang Bidadari terkulai lemas. Kata tak beraturan meluncur keluar dari bibir merahnya. Dan laskar-laskar cilik mulai menangis sambil berpelukan.
“Apa yang akan terjadi, apa semuanya akan sia-sia?” Kau menatapku dengan matamu yang basah. Aku hanya bisa menenangkan dengan senyum dan tepukan lembut di bahu. Sungguh tak ada yang dapat kukatakan.
Kecemasan baru menyerbu. Sang Matahari menatapku lemah tanpa daya.. dimatanya seolah berkata lirih… habislah sudah!! Disisi kiri dan kananku hanya tangis dan keresahan yang kudapati.
Sedang kepalaku tak punya sandaran, semua seolah sibuk meratapi nasib buruk yang sebentar lagi datang
Adalah Sang Petapa yang menangis dibahuku dengan pertanyaan yang sama. Sosok yang kukira tegar dan dewasa itu ambruk disisiku. Dengan geram kupukul pundaknya… Tidak! “Jangan biarkan dirimu hanyut dan menjadikan bocah-bocah kecil itu patah semangat! Kontes tidak akan berakhir, kita akan memulainya dan kita pula yang mengakhirinya!”
Semua berlangsung seolah begitu lama.
Lalu sang bidadari bangkit, masih dengan senyum aneh namun tenang berjalan pelan.
Ya, kontes akhirnya dimulai walau dengan kecemasan. Mampukah kita…??
Dan semuanya selesai, meski tak sebaik yang kita inginkan tapi semua berjalan lancar. Tak ada kekacauan. Dan Aku menatapmu kagum… Duhai Sang Kehidupan, kau tampil begitu baik malam itru.
Semua berlalu dan hanya menyisakan kenangan. Kenangan tentangmu, janji untuk menjadi kakak dan adik yang baik diantara kita. Kenangan tentang Sang Bidadari, ketika dengan jalan yang agak sempoyongan berjalan ke Sang Pertapa. Kenangan akan kekacauan sebelum Kontes Kehidupan itu… sebuah kenangan yang mengajarkanku untuk menjadi seorang yang lebih tegar dan dewasa.. meski harus kuakui ketakutan di dalam diri begitu besar saat itu.
Untukmu San, dimanapun kau kini. Semoga kau berbahagia dengan hidupmu. Salam kangen kutitip lewat bintang jatuh.. lihatlah ia, dan kau akan teringat janji yang kita ucapkan di sisi panggung teater itu…”
No comments:
Post a Comment