Sunday, February 15, 2009

Sebuah Kisah Dari Tempat Kecil yang Jauh

Bak kristal bening di ujung jari, luapan dari telaga air mata. Seolah menjadi tetesan terakhir sebelum akhirnya mengering. Tak ada riak, tidak juga gelombang yang memusingkan. Layaknya cerita bersambung yang kehilangan tema di tengah perjalanannya. Alur cerita berubah menjadi tak terarah, kadang maju kadang mundur, kadang diam atau bahkan berbelok arah. Rangkaian cerita bukan lagi kesatuan kisah sarat makna, tetapi menjadi penggalan-penggalan cerita dengan kesan tersendiri. Memang bukanlah sesuatu yang aneh, karena kehidupan tak pernah bisa ditebak, tak juga cukup direncanakan atau hanya sekedar direnungkan.

Menelusuri jalan panjang kehidupan menyajikan berbagai emosi yang terus bergolak. Adalah hidup yang tak henti bergulir, seperti bola, menempatkan diri pada posisi yang terus berubah. Tidak sedikit hal yang sama berulang dan berulang lagi. Namun ada sedikit yang begitu ingin terulang namun semakin tertinggal jauh di belakang. Seperti cinta yang ingin selalu tergenggam erat meski cahayanya kian memudar. Keengganan untuk melepasnya pergi dan berusaha terus menhidupkannya dengan kemanisan kenangan. Rasanya tidak berlebihan ketika mencoba merasakannya kembali walau hanya sedetik demi sedetik, meski tak jelas apa tujuannya. Karena kefanaan cinta adalah sebuah keniscayaan.
Tiada yang abadi, seperti juga kebahagiaan masa kecil yang tak mungkin kembali. Namun bukan berarti yang menghilang takkan tergantikan.

Mencintai karena kebesaran-Nya adalah rahmat yang kan terus mengalir, mengisi setiap jiwa dengan keindahan. Bahkan ketika cinta menjadi terhalang, digantikannya dengan hikmah yang akan tetap menjadi misteri, sampai kesadaran itu datang, bahwa hanya kepada-Nya lah keutamaan cinta kembali. Bahwa sebuah cinta hanya akan lebih bermakna, manakala Dia meridhai dan meliputinya kembali dengan cinta-Nya.

No comments:

Post a Comment