Duhai jiwa,
Aku dalam ketakukan. Setiap hari berpikir bagaimana kesudahanku. Pernakah kau merasakan keresahan ini? Ataukah kau tetap ingin bermain dengan mimpimu, dengan dunimamu? Setiap detik mempermainkanku?
Duhai jiwa,
Aku lelah. Betapa aku ingin berhenti bermain bersamamu. Tapi aku tak berdaya. Engkaulah yang mengendalikanku. Membujuk akal untuk menyuruhku memenuhi keinginanmu. Aku tak kuasa atas diriku, tanpamu aku bukanlah apa-apa kecuali sekerat daging yang membusuk.
Duhai jiwa,
Aku ingin menjerit, meneriakkakkan segenap kekhawatiranku. Aku tak ingin menjadi kayu bakar neraka jahanam. Aku tak ingin menjadi daging membusuk yang dimakan ulat belatung. Aku tak ingin terkubur di kedalaman bumi yang gelap dan menyesakkan. Aku tak ingin remuk dihempas siksa kubur yang mencerai-beraikan setiap bagianku. Aku ngeri membayangkan semua itu.Tidakkah kau merasakan ketakutanku sedikit saja?
Duhai jiwa,
Aku mohon, kasihilah hamba sahayamu ini. Bukankah aku sangat setia padamu, tak pernah berseteru dengamu, selalu menuruti apapun yang kau inginkan. Takutlah pada Rabb yang menciptakanmu, dan menjadikan aku budakmu. Aku hidup karena kau, kebahagiaanku karena kau, penderitaanku karena kau.
Duhai jiwa,
Jangan letakkan dunia di relungmu. Biarkanlah ia hanya dalam genggamanku, yang dapat kuambil atau kuhempas setiap saat yang kau inginkan. Sungguh, aku akan menuruti segala keinginanmu.
Dan jiwa serta penyempurnaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang-orang yng mengotorinya.
(QS As syams [92} : 7 – 10)
Duhai jiwa,
Aku hanyalah wadah untukmu. Dan kesudahanku ada ditanganmu. Pada dirimu ada kebaikan dan ada keburukan. Semua bergantung pada pilihanmu. Akankah kau bawa kita ke taman kebaikan tempat dimana kebahagiaan abadi bersemayam, ataukah kau ceburkan kedalam jurang kesengsaran abadi?
Sungguh aku takkan siap menjadi abu di neraka, yang selalu dikembalikan ke bentuk semula, dan segala siksa berulang lagi, dan lagi!
Duhai jiwa,
Kita tak tahu kapan giliran kita tiba. Betapa aku selalu menangis sedih ketika melakukan maksiat untukmu. Tidakkah kau dengar sedu sedanku?. Kau tidak hanya mencelakakan dirimu tapi juga menjerumuskanku. Ketika kau mengotori dirimu sekali, kau telah menyiapkan siksa berat yang tak terkira untukku.
Duhai jiwa,
Ajak langkahku untuk beribadah. Ajak kepalaku untuk sujud pada Rabbmu bersamamu. Ajak tanganku untuk bersedekah bagimu. Ajak lidahku hanya mengeluarkan yang baik darimu, memohonkan ampun bagimu, memohonkan kebaikan untukmu, memuji dan mengagungkan Rabbmu. Ajak telingaku hanya mendengar kebaikan untuk kesucianmu. Ajak mataku untuk meraup semua cahaya dari apa-apa yang dapat menambah kejernihanmu. Himbaulah akal untuk memerintahku hanya pada kebaikan yang datang darimu dan mengingkari keburukan yang berhembus darimu.
Duhai jiwa,
Sungguh. Bila kita berpisah nanti aku hanya ingin melepasmu dalam kebahagiaan. Melihat para malaikat tersenyum menyambutmu, membawamu kehadapan Rabbmu dan berseru:
Yaa ayyuhannafsul mutmainnah
Irji’ii ilaa Rabbiki radhiyatan mardiyyah
Fadkhuli fii ibaadii wadkhulii jannatii
Hai Jiwa yang tenang
Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai
Maka masuklah ke golongan hamba-hambaKu, dan masuklah kedalam surgaKu
(QS Al Fajr [89] : 27 – 30)
Monday, February 16, 2009
Surat Untuk Sang Jiwa
Posted by
Khayla
|
at
5:27 PM
|
Labels:
Reflection
|
Estou lendo: Surat Untuk Sang JiwaTweet this!
| Feed.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment